Thursday, September 6, 2012

Kumandang Bilal Tak Terdengar Lagi


                                                         بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ  

Matahari memanggang Madinah, di Isnin siang menjelang Zohor saat Bilal RA bergegas menuju masjid untuk mengumandangkan azan.Inilah kali pertama ia harus menyerukan panggilan solat tanpa kehadiran Rasulullah SAW yang telah wafat pada pagi hari.

Kesedihan begitu jelas tampak di wajah Bilal RA.Kulitnya yang hitam legam tak bisa menyembunyikan rasa dukanya yang mendalam.

Namun,ia harus tegar.Ia harus tetap mengumandangkan azan.Meski Rasulullah SAW telah tiada.
Bilal RA berdiri tegak.Tangannya diangkat menutup telinganya.Sesaat ia terdiam. Mulutnya terkatup rapat. 

Bilal RA berusaha menenangkan diri.Sekuat tenaga ia berusaha melupakan kewafatan Nabi SAW.Perlahan mulutnya mulai dibuka. Kedua bibirnya bergerak. Azan berkumandang.Suara Bilal RA masih terdengar lantang.

“Allahu Akbar..Allahu Akbar…Asyhaduanla ilaha illa Allah…Asyhaduanla ilaha illa Allah…"

Ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah….lehernya terasa tercekik.Lidahnya terkelu.Mulutnya terasa berat digerakkan. Kalimat itu begitu sulit diucapkan.

Bilal RA berupaya agar kalimat itu keluar dari mulutnya,tetap tetap tidak bisa. Di matanya terbayang Rasulullah SAW yang terbujur kaku di penjuru kamar Aisyah RA. Bayangan itu seolah menari-nari di pelupuk matanya. Sosok tubuh tersebut berada tak jauh dari tempat ia mengumandangkan azan.

Susah payah Bilal RA menggerakkan mulutnya hingga akhirnya kalimat itu terucap juga, tetapi suaranya tidak lantang. Suara Bilal RA tertahan.Serak.Tersekat.Bilal RA tak kuasa membendung air matanya. Seperti rintik hujan yang kian lama bertambah deras, begitu pula air mata Bilal RA.

Kaum Muslim di penjuru Madinah mendengar suara itu. Mereka seolah merasakan apa yang dialami Bilal RA. Mereka tenggelam dalam kesyahduan. Inilah kali pertama mereka mendengar Bilal RA mengumandangkan azan tanpa ada Rasulullah SAW.

Setelah peristiwa itu, Bilal RA tak lagi azan. Ia pergi ke Syam selama beberapa tahun lamanya. Sejak itu, kaum Muslim di Madinah tidak lagi mendengar kumandang azan Bilal RA. Ia pergi mengikuti jejak orang yang dicintainya: Rasulullah SAW.

Azan Bilal RA baru kembali terdengar saat Umar bin Khatthab RA diserahkan kunci Palestina setelah berhasil menaklukkannya. Kaum Muslim terharu begitu mendengar suara Bilal RA.
Mereka teringat dengan masa-masa ketika Rasulullah SAW masih hidup.

petikan buku: The Great Story of Muhammad SAW[Maghfirah Pustaka;m/s 587]